Dara kembali luka

Tepat di pojok kamar Shandara terduduk, kakinya terlipat, tangannya memeluk erat lipatan kaki itu dengan wajah yang ia tenggelam kan di antara lutut.

Benang yang kusut itu semakin kusut, duri tajam semakin menamcap lebih dalam, entah apa yang Dara lakukan di masalalu tapi ia rasa ini terlalu berat untuk di jalani.

Wajah Shandara masih tampak jelas memerah, tangannya bergetar hebat, tak ada kata yang mampu keluar dari bibir cerewetnya.

“Tuhan, Dara salah apa? Ujian apa yang akan engkau berikan lagi kepada ku?.” Lirih nya pelan.

Bola matanya tak bisa bohong, mata indah milik Dara memerah. Cairan mata kembali datang menyapa pipi Dara, deras nya aliran ini tak mampu Dara bendung.

Perlahan jemari lentiknya mengusap pipi yang menjadi jalan deras nya air mata.

“Pa, kenapa setega ini sama Dara?.”

Ternyata bibir itu masih mampu meneruskan kalimat.

Pukul sudah menunjukkan pukul 18:30, sudah hampir empat jam tubuh mungilnya terduduk di lantai dingin kamarnya.

Ia sangat enggan untuk beranjak, hatinya masih sangat gusar, otaknya masih belum bisa mencerna apa yang terjadi padanya siang tadi.

“Mama, udah pulang belum? Dara takut.” Ucapnya dalam hati.

Kaki Dara masih sangat lemas, ia mencoba untuk berdiri, bibir cantiknya beralih menjadi pucat.

Sangat dingin, ia mencoba beranjak sedari tadi tapi tak berhasil. Kali ini berhasil, dengan cepat Dara menjatuhkan diri ke kasur empuknya meraih handphone yang tadi ia hempaskan ke kasur.