Hujan
Air kepunyaan awan masih terus jatuh dengan kecepatan tinggi, tak di beri nya cela sedikit pun.
Shandara hanya terdiam dengan wajah yang pucat, kupingnya sangat jelas menangkap suara air hujan yang jatuh ke langit gedung kantin kampus.
Mahendra senantiasa membaca mimik wajah Dara, “Dar? kenapa?” pertanyaan itu tak dianggap ada oleh Dara, Shandara masih tetap terdiam.
“Dara? kenapa? Dar, kok diem.” Tanya Mahendra, lagi.
“Ga suka hujan” celetuk Shandara “Brisik, kuping ku sakit, dada ku sesak.” Lanjut Dara.
Mahendra sedikit kaget, otak nya memutar kaset dari masa lalu. Layar kaca itu berisi dua insan yang sedang berlarian dengan gigi yang tampak sangat jelas tertata rapi. Kaset itu terus terputar, mata Mahendra masih dengan jelas menatap layar kaca yang ada di pikirannya. 'Aku suka banget sama hujan!.' Seru wanita yang berperan sebagai lawan main Mahendra di film yang tangah terpampang.
Mahendra berbicara dalam hati, akhirnya lelaki ini menemukan perbedaan antara Malla Sabiru dan Shandara Ravelyn. 'Biru suka hujan, tapi kelihatannya Dara benci banget sama hujan. Akhirnya ada perbedaan di antara kalian dari segi kesenangan.' Kira-kira itulah kalimat yang keluar dari mulut bungkam Mahendra.
Petir besar datang, Dara berteriak dengan kuping yang ia tutup rapat menggunakan telapak tangannya. “Dara!” teriak Mahendra yang mulai panik, mata Shandara ikut menjatuhkan air sama seperti awan.
“Ga!! Ga!! papa mama buka, di luar dingin!” Teriak histeris Shandara. Mahen sangat kaget mendengar Dara mengeluarkan kalimat. “Tenang-tenang, disini ada gue. Ga ada yang jahatin lu, Dar.”
Perlahan, Mahendra mendekati tubuh Dara. “Maaf kalau lancang.” Ucap Mahendra singkat dan segera memeluk Dara.
“Jangan takut, ada gue. Gue ga bakal jahatin lu, buang pikiran buruk itu, Dar. Itu cuma masalalu yang udah lewat, itu cuma kejadian yang keulang di otak lu, Itu ga nyata.” Mahendra seakan tau apa yang Shandara rasakan, Mahen rasa mereka sama. Ayana lah wanita yang menemani Mahendra di kala keluarga dan dunia Mahendra menghakiminya. 'Ayana, makasih' celetuk Mahen dalam hati.
“Gue tau, lu takut banget kan?” tanya Mahen yang tidak memiliki jawaban, kini tangan Mahendra mengusap perlahan rambut hitam milik Dara. Tangis Dara mulai reda, tetapi kejadian di masa lalu nya masih jelas terputar di otak Dara.