JiVell.

Benar saja, setelah Vellin membuka pintu apartemen. Terdapat Jinandra yang terduduk di sofa dengan kedua tangan yang terlipat. Matanya sangat tajam, menatap Vellin dari kepala hingga ujung kaki. Mulut Jinandra tetap membisu, Vellin benar-benar merasa sedang di kandang harimau. “Pinter, bajunya kenapa begitu?” Ucap Jinandra, matanya masih terus membidik paras Vellin. “Emm....,” seketika bibir perempuan ini terkatup, tak ada pembelaan yang berani Vellin lontarkan.

“Jawab, Vel.”

“Ya karena gue mau! Lo kenapa sih ngatur gue? Kita cuma temen! Jadi jangan atur-atur hidup gue.” Tegas Vellin, jujur saja. Vellin sangat takut sekarang. Jinandra berdiri dan mulai melangkahkan kakinya mendekat kearah Vellin, Vellin yang ketakutan hanya bisa memundurkan tubuhnya. Vellin tersentak kaget, pasalnya tubuh indah milik Vellin telah sampai di penghujung dinding. Jinandra tersenyum, bukan, ini bukan sekedar senyum biasa. Vellin tau betul itu adalah senyum mematikan Jinandra setiap kali lelaki ini hendak memangsa Vellin. “Ji...,”

“Hmmm?” Sungguh, hanya kata 'hm' yang keluar dari mulut Jinandra sudah membuat Vellin merinding. “Sekarang aku tanya, maksud kamu pakai baju seperti ini ketempat itu untuk apa?”

Gawat, kalimat Jinandra mulai menyeramkan bagi Vellin, jemari Jinandra menggapai dagu yang ia anggap adalah wanitanya. “Jawab sayang,”

“Anu, ya, ya ga mungkin kan ketempat begitu pakai gamis?” Alasan macam apa ini?

“Ya, aku tau ga mungkin ketempat itu pakai baju tertutup. Tapi ini terlalu terbuka, Vel. Kamu mau goda siapa, hm?” Tanyanya lagi, Vellin sangat ingin melarikan diri dari kandang ini. Seram, sangat.

“Engga ada!”

“Yakin? Aku tergoda, sayang. Kamu tau artinya apa? Aku aja tergoda ngeliat kamu pakai baju ini, terus kamu yakin lelaki di luar sana juga ga tergoda sama keadaan kamu yang begini?”

“Emm, Ji, aku mau bersih-bersih. Minggir.” Sayang sekali, Vellin tidak bisa kabur. Tubuhnya di dekap erat oleh lelaki tampan di depannya.

“Siapa yang ngijinin? Nanti, bersih-bersih nya habis kita olahraga, biar sekalian.” Jinandra kembali mengeluarkan senyum devil. Tidak banyak kata, Jinandra tiba-tiba saja mengangkat tubuh Vellin, dengan santai Jinandra membanting Vellin di kasur king size milik wanita ini. “Kamu yang mancing aku, Vel.”

Jinandra mendekati tubuh Vellin yang terbaring di atas ranjang, lelaki ini tersenyum menggapai rambut Vellin. “Rambutnya aku pinggirin dulu,” bisik Jinandra tepat di kuping Vellin, lalu bibir Jinan tanpa ijin mencicipi setiap inci leher Vellin. Vellin yang di perlakukan seperti itu hanya menikmati setiap perlakuan Jinandra. Vellin mendongakkan kepala.

Tangan lelaki ini tidak bisa diam. Tangannya masuk kedalam baju Vellin, ia elus perlahan punggung wanita ini. Akhirnya jemari Jinandra berhasil melepaskan pengait bra yang Vellin kenakan. Tidak sampai situ, jemari ini sangat lihai memainkan benda kenyal yang berada di dada Vellin. “Emhh... Jihh...,” rintih Vellin.

Setelah puas memainkan benda kenyal, tangan Jinan turun kebawah tak lupa telapak tangannya menyapa perut Vellin. Dengan santai ia lepas celana dalam yang Vellin kenakan. Vellin benar-benar terdiam, tak ada penolakan sedikit pun. Jinandra mulai memainkan benda sensitif milik Vellin. “Jikhh, u-udah...,” pinta Vellin terbata-bata. “Hm? Udah? Ini baru pemanasan, sayang.”

Vellin menelan ludah, dirinya masih sangat takut. “Sekarang kita mulai olahraganya.”

Sejak kapan Jinandra melucuti semua pakaiannya? Vellin tidak sadar, ternyata Jinandra membuka seluruh pakaiannya sambil memanjakan tubuh Vellin tadi.

Tanpa aba-aba Jinandra memasukkan miliknya ke dalam benda intim Vellin, “akh!” Vellin tersentak kaget, satu hentakan berhasil Jinan lakukan. “Pertama, kamu punya aku, sayang.” Hentakan kedua kembali ia lakukan, “kedua, ini hukuman buat kamu karena berani keluar pakai baju kayak gitu.”

“Ketiga, cuma aku yang boleh nyentuh kamu, inget itu!” Ucap Jinandra sambil melakukan hentakan untuk yang ketiga kalinya. “Dan yang terakhir, mulai hari ini kamu wanita aku!” Hentakan terakhir membuat Vellin kaget. “Ji! Sakithh!” Rintihan itu tidak Jinandra hiraukan, lelaki ini justru melakukan hentakan berulang kali pada penyatuan mereka.

Bagian bawahnya sangat sakit akibat perlakuan Jinandra, air mata pun mulai menyapa pipi Vellin. “Jangan nangis, maaf aku kasar.” Jinandra yang sadar bahwa perbuatannya itu sangat kasar pun akhirnya menghentikan kegiatannya, tangis Vellin mulai reda. Jinandra tidak tega melihat wanitanya kesakitan, lelaki ini mengusap pipi Vellin guna menghapus genangan air mata. “Maaf sayang, aku gerakin lagi, ya?” Ijin Jinandra diiringi kecupan bibir manisnya yang mendarat di bibir Vellin.