Kenyataan pahit Sabiru

“gimana dok teman saya?” Buru buru Fasya

Mereka sedang berada di ruang kerja dokter, dua wanita ini Fasya dan biru duduk bersanding dengan Fasya yang memegang erat tangan biru.

“Tidak ada keluarga? Atau kerabat yang bisa datang?”

“Engga ada dok, saya sama teman saya saja tidak apa apa”

“Jadi gini, dengan berat hati saya harus menyatakan keadaan nona Sabiru. Nona Sabiru terkena penyakit kanker otak stadium awal”

Degg!!!

Betapa kagetnya Biru mendengar perkataan sang dokter, ia benar benar tidak menyangka diri nya menyidap penyakit yang sangat berbahaya.

“Tenang nona Biru, anda masih di fase awal. Kanker anda masih bisa disembuhkan lewat pengangkatan atau penyinaran. Tapi hal ini harus segera di lakukan agar kanker nona Biru tidak semakin parah” lanjut sang dokter

“Terimakasih dok atas infonya” ucap Sabiru pelan

“Ini nomor yang harus anda hubungi jika ingin melakukan langkah lebih lanjut. Saran saya nona Biru segera melakukan pengangkatan”

“Iya dok, terima kasih dok. Saya pamit dulu”

Pamit Sabiru dan Fasya lalu keluar dari ruangan itu. Tangis nya sudah tidak bisa terbendung, hati nya benar benar hancur mendengar kenyataan buruk bahwa dirinya menyidap penyakit yang mematikan.

“Fasyaa” Sabiru memeluk erat Fasya dengan mata yang banjir. Fasya yang melihat ini pun segera membalas pelukan erat Sabiru sahabat nya.

“Fasyaa gue ga mau nyusahin mama, gue ga mau Fasya gue harus gimana” Tangis tanpa henti membuat Fasya benar benar iba.

“Gue bayarin semua ya bir, berapapun biayanya yang penting sahabat gue sembuh”

“Ga! Apalagi lu, gue ga mau Fasya. Gue bakal cari kerja”

“Biru, penyakit lu bener bener harus segara di tindak lanjuti. Itu penyakit berbahaya Sabiru”

“Gue ga mau Fasya gue bakal cari biaya sendiri. Satu lagi jangan bilang mama, Mahendra atau yang lain. Jangan ya gue mohon” mata Sabiru sangat satu saat menatap sang sahabat

“Iya, lu yang kuat ya biru. Gue bakal selalu ada buat lu gue ga bakal kemana mana. Apapun yang terjadi gue tetep ada di pihak lu” Balas Fasya serius.