Pagi tak pernah indah

Pagi datang menghampiri Shandara yang tertidur pulas, mata nya yang tertutup rapat kini mulai terbuka. Sebenarnya sangat malas saat pagi datang, Dara harus kembali memakai topeng yang telah ia pahat sedemikian rupa. Kepribadian nya benar-benar berbeda, saat malam datang saat itu juga wajah buruk nya datang. Air mata yang mengalir begitu deras akibat ia tahan sedari matahari terbit.

Tak butuh waktu lama, Shandara bersiap untuk pulang.

“Langsung pulang?” Tanya Chaca sang sahabat. “Iya, udah ya gue duluan. Bunda?” “Lagi kepasar, gapapa sana ntar gue yang pamitin”

Terburu-buru ia bawa badannya beranjak dari rumah Chaca, hatinya gusar, firasat nya mengatakan hari ini ia sedang tidak beruntung. Dan benar saja, saat kaki indah nya menginjakkan lantai dingin di rumah, sang papa sudah menunggu di depan pintu.

“Inget pulang?” Tanya papa Dara Tak di balas nya pertanyaan sang papa, diri nya dengan santai melewati pria paruh baya ini yang sedang bergidik ngeri menatap gadis kecil nya.

“Punya mulut di pakek, Dar!” Dengan nada mulai meninggi. Dara masih senantiasa terdiam, ia sibuk menata barang-barang yang ia bawa. “Dar!”

“Apa!” Suara Dara ikut meninggi, gadis ini berani sekali. “Ga ada sopan santun nya jadi anak!”

“Papa ngaca! Apa papa udah bener jadi ayah?” “Dar! Kurang ajar kamu ya” Telapak tangan yang besar jatuh tepat di pipi Dara, sang papa menampar pipi mulus Shandara.

Bagaimana tidak kaget? Seorang ayah yang ia dambakan sedari kecil, sesosok lelaki yang iya lihat untuk pertama kali nya dengan tega menampar pipi Shandara.

Tangan papa Dara masih setia di atas dengan posisi ingin menampar, kembali. “Apa pa? Apa? Mau nampar Dara lagi? Tampar pa! Tampar! Cepet!”

Manusia di sebrang Dara ini hanya terdiam, terpaku menatap putri kecilnya. “Pa, Dara cape pa. Dara cape liat papa mama setiap hari teriak-teriak”

Kini jemari Dara menggapai dada miliknya, tanpa pikir panjang Dara memukul kencang dadanya sendiri. “Ini pa ini! Sakit pa sesek, papa tau rasanya seberapa sesek? Di sini ada yang namcepin duri bukannya di ambil malah di tanem lebih dalem”

Bola mata Dara mulai bergetar, kini jemari Dara menarik santai kuping miliknya. “Dan ini? Ini kuping malang yang ga salah apa-apa tapi selalu denger suara biadap itu! Pyarrr suara piring gelas pecah hahaha bahkan bukan cuma itu, anjing yang ga salah apa-apa selalu kalian bawa-bawa kalo papa mama lagi ribut”

Dara menarik nafas. “Cerai? Muak pa muakk! Setiap kalian ribut selalu kata cerai yang terbit di bibir kalian, tapi apa? Sampai sekarang kalian masih bareng dan masih setia nyakitin aku!”

“Aku mau nyari ketenangan, jangan halangin aku buat pergi!” Shandara secepat kilat pergi meninggalkan papa nya yang masih mematung.