Sabiru telah gugur

Mahendra yang mendengar kabar itu pun dengan cepat meninggalkan apartemen Sabiru. Ia buru-buru pergi ke rumah sakit tempat Biru di rawat. 'sayang, kamu harus kuat' lirih Mahendra di atas motor dengan kecepatan tinggi.

'aku bawa yupi buat kamu, bir' Lanjut nya

Setelah sampai di rumah sakit, Mahendra segera berlari mengarah kamar anggrek milik Sabiru. Lorong demi lorong ia lewati, yupi masih sangat setia ia genggam di tangan kanan nya.

Orang-orang yang lalu lalang tak sengaja ia senggol. “Maaf, maaf” Mahendra menunduk kan kepalanya.

Di depan matanya terdapat kamar bertuliskan 'Kamar Anggrek' pintu yang tak bersalah ia trobos sembarang.

“Bir!!” Teriak Mahendra mendekati biru. “Mahen...” Lirih Biru pelan

“Sayang kamu kuat ya! Aku yakin kamu kuat!” Mahendra mendekap pipi biru menggunakan telapak tangan kiri nya yang lebar, tangan kanan nya masih kokoh membawa sebungkus yupi.

Suasana benar-benar kacau, Mama Biru yang melihat anaknya tidur dengan lemas di kasur. Mata Mama biru mengeluarkan air mata secara perlahan. Fasya yang ikut menyaksikan hanya terdiam, mulut nya bungkam, hanya mata yang berbicara menggunakan air sedihnya.

Samudra yang berada di situ pun hanya melihat, mata milik Samudra kini berkaca-kaca.

Layar monitor yang berada di samping kasur biru terus mengeluarkan suara dengan jarak.

“Mahen... Jangan nangis, Papa udah nunggu aku di sana” suara pelan milik Biru ini membuat seisi kamar menangis sejadi-jadinya.

“Engga! Kamu kuat sayang” Tak lama suara yang awal nya berjarak kini mejadi satu, gelombang yang muncul di monitor perlahan berubah menjadi sebuah garis panjang. Yupi yang sedari tadi ia genggam terjatuh begitu saja di lantai.

“Dok!! Dok!!” teriak panik Mama Biru. Dengan suara yang meninggi Fasya ikut berseru. “Dokter!!! Suster!!!”

“Engga engga malla! Mallaa!!” Teriak Samudra yang kebingungan memukul-mukul layar monitor.

Kacau, keadaan sangat kacau.

“Sayang!! Bangun Biru! Aku bawa yupi bir! Ini biru kamu suka kan, buka mata kamu bir!”

Benar, kini kelopak mata Biru melemah. Bola mata cantik nya mulai tertutup dengan rapat, tangan yang menggenggam pergelangan Mahendra kini perlahan terlepas.

“Sabiru! Jangan lepasin genggaman kamu” seru Mahendra diiringi suara tangis.

Dokter yang datang dengan cepat memeriksa keadaan Biru.

“Maaf” satu kata yang di ucapkan sang dokter. Perawat yang menemani sang dokter dengan santai menutup badan biru dengan kain putih.

“Engga!! Sus kenapa di tutup!” Teriak Mahendra.

“Sus apaan si jangan di tutup temen saya masih ada!” Teriak Fasya dengan wajah yang basah seutuhnya. “Sus, buka sus anak saya belum pergi” Mama Malla Sabiru kini ikut mengambil alih pembicaraan.

Samudra hanya terdiam, dirinya terduduk di lantai. Nyawanya seakan melayang melihat badan sang adik yang di tutupi kain seutuhnya.